Oct 30, 2019

Pengabdian yang tak Berujung


Bagi beliau ini semua masalah tanggung jawab dunia dan akhirat yang harus beliau penuhi ..................................

Hempasan  Angin masih meliak-liuk menggoyangkan ranting-ranting dan dedauan pohon, tanpa peduli angin itu terus menerjang apa yang dilaluinya sehingga tanpa sadar daun-daun yang sudah tua berterbangan dan jatuh ketanah, Ranting-ranting pohon masih terlihat menari-nari belum ada cuitan burung yang terdengar, hanya suara-suara serangga yang saling bersautan, Suasana masih Sepi dan sunyi.

Bulan masih terlihat sangat jelas menerangi hamparan-hamparan tanaman padi ditemani bintang–bintang yang entah berapa jumlahnya, bayangan lambaian-lambaian pohon kelapa di tepi sawah masih terlihat jelas, entah apa yang terjadi jika angin itu bisa menampakan diri, hanya dengan merasakanya saja terasa ghaib, seakan tak peduli pagi sore siang dan malam angin itu masih berjalan dan melihat–lihat yang berada di sekelilingnya, para angin berusaha berjalan menuju ketengah desa namun dari mereka banyak yang gagal karena menabrak pepohonan, daun-daun dan tembok rumah warga yang berada dipinggir Sawah.

Menuju Waktu Shubuh angin mulai bangun dari tidurnya membantu angin-angin yang kebetulan malam itu terjatah untuk berjaga, mereka menyadari bahwa dengan bergabung dengan yang lain mereka bisa menyentuh kulit manusia yang berada di tengah-tengah desa itu, seperti biasa waktu mau shubuh dimusim seperti ini merekalah yang terjatah membangunkan orang-orang desa.

Sungai yang mengelilingi desa ini Masih terus berjalan tanpa memperdulikan apa yang telah mereka lalui malam itu, karena bagi mereka sama saja, diwaktu yang sama dan tempat yang sama mereka hanya melihat jembatan Biru yang melintangi sungai itu, mereka sebenarnya agak risih dan marah kepada manusia.

 “Mengapa mereka membuang sampah di tempat aku mengalir sehingga teman-temanku merasa tidak betah disini, Ah !!! biarlah mereka juga tidak peduli padaku, giliran perbuatan mereka yang menahan teman-temanku dan teman-temanku masuk ke desa mereka, mereka mencaci aku dan teman-temanku”


Air pun masih terus melanjutkan perjalanannya yang akan mereka tuju adalah muara di Laut, sembari berjalan mereka masih melihat-lihat kanan kiri atas dan bawah, disebelah kanan dan kiri masih seperti biasa hanya ada pepohonan dan kawan-kawannya yang masih setia disitu sembari menjaga sungai, kadang juga terlihat rumput-rumput yang terlihat berwarna hijau yang terkena sinar lampu rumah milik warga malam hari, diatas bisa melihat gumpalan-gumpalan awan dan dibalik itu terdapat bulan yang terlihat malu-malu di tutupi gumpalan lalu lalang awan , bulan itu nampak di temani bintang-bintang. Hilir sana-sini air merasakan ikan-ikan mulai berenang untuk mencari makan.

Kukuruyyuuukkk !!! Kukuruyyuuukkk !!! Kukuruyyuuukkk !!! Kukuruyyuuukkk !!!
Salah satu dari Gabungan angin itu akhirnya berhasil membangunkan Hewan-hewan Peliharaan milik warga dari seluruh penjuru desa, Salah satunya adalah ayam jantan milik Pak Daud. Tepatnya di Dusun Mertelu. Berkali-kali Ayam itu Berkokok akhirnya membangunkan Pak Daud dari tidurnya, dengan malas dan masih lemah Pak Daud Bangun dari tidurnya dan melihat jam.
“Alhamdulillah waktu menunjukan pukul 04.00 Wib, masih bisa untuk Sholat qobliyah Shubuh (Shubuh Pukul 04:34 Untuk daerah Cilacap dan Sekitarnya”.

Pak Daud pun langsung menuju kekamar mandi untuk melaksanakan Wudhu, nampaknya Airnya cukup dingin yang membuat badan pak Daud menggigil, Pak Daud pun selesai melaksanakan Sholat Qobliyah dan Shubuh, selesai sholat kemudian beliau membaca wirid, diakhir wirid beliau terlihat nampak murung dan matanya berkaca-kaca, ternyat beliau teringat 50 tahun yang lalu ketika istrinya masih hidup dan baru mempunyai anak satu yang kebetulan berumur satu tahun lebih, dimana saat itu anak laki-lakinya itulah yang membangunkannya dengan tangisan manja ketika mau Shubuh, dan setiap Habis sholat shubuh berjama’ah dirumah, Istrinya memasak nasi dan memandikan anak laki-lakinya itu, beliau bersiap-siap merapihkan buku yang dipelajarinya semalam, untuk bersiap menuju ke Sekolahan mengajar dan mendidik siswa dan siswi MTs Nailul Anwar Kesugihan.

 Beliau mengampu Mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Pendidikan Kewarganegaraan. Masih teringat didalam memorinya bagaimana suasana 50 tahun yang lalu itu. Sudah Hampir 50 tahun beliau Mengajar diberbagai sekolah dan kebetulan terakhir di MTs ini, sehigga rasa garam dan rasa gula pun beliau sudah merasakan berkali-kali.

Diumurnya yang sudah menginjak 75 Tahun Beliau kini masih aktif mengajar karena beliau pernah bercita-cita menjadi seorang Guru dan akhirnya tercapai setelah Umur beliau 29 Tahun, beliau sangat meneladani dan terispirasi dari Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara yang jasanya bisa diingat dan menjadi sejarah bagi bagsa, walaupun hanya gelar Pahlawan Tanpa tanda jasa beliau tetap senang dan bahagia, karena kecintaan beliau terhadap pendidikan tak di ragukan lagi,  juga ini sebagai pengabdian beliau untuk negeri tercinta dan untuk masyarakat Indonesia yang membutuhkan pendidikan.

Sebenarnya beliau tak punya keinginan untuk disanjung maupun diPuji oleh orang karena kesetiaannya menjadi guru, bagi beliau ini semua masalah tanggung jawab dunia dan akhirat yang harus beliau penuhi, kini beliau Hidup hanya sebatang kara dikarenakan anaknya meninggal dunia 20 tahun yang lalu karena Kecelakaan dan istrinya pun sudah meninggalkan beliau sejak umur 30 tahun karena serangan Jantung, entah apa yang ada dalam benaknya sehingga di umur yang bisa memungkinkan untuk menikah lagi, tapi beliau tidak menikah, entah karena Cintanya yang besar terhadap istri atau karena trauma, entahlah hanya pak Daud yang tau.

 Tanpa terasa Lamunan itu membuat air mata Pak Daud keluar cukup deras, namun beliau kemudian terbangun dan segera memasak untuk sarapan, beliau masih sangat bersemangat untuk mengajar dan mendidik siswa-siswi di MTs itu, mungkin ini alasan Pak Daud untuk tidak menikah lagi, karena kebahagiaannya melihat siswa-siswi disekolahannya, dan rasa kangen terhadap anak didiknya sebentar lagi akan terobati di Sekolah.

Waktu sudah menunjukan Pukul 05:55 Saatnya pak Daud Berangkat kesekolahan dengan sepeda kesayangannya yaitu sepeda tua yang mungkin untuk zaman sekarang sudah menjadi sepeda yang antik. Rasa bangga dan bahagia itu kembali timbul setelah mengayuh beberapa saat, ketika  beliau melihat siswi SD mencium tangan Ibu dan Bapaknya berpamitan untuk berangkat sekolah.

 Namun disisi lain beliau pun agak terharu karena ingat anak beliau yang sudah meninggal, persis anaknya dulu seperti itu ketika berpamitan dengan beliau, jarak yang lumayan jauh dari tempatnya mengajar tidak membuat Pak Daud berhenti mengabdi, kecintaannya terhadap Pendidikan yag membuat beliau terus bersemangat beliau ingin menyampaikan ilmu yang dia dapat untuk murid-muridnya agar lebih baik darinya dan mencapai cita-citanya menjadi orang yang berguna.

Pak Daud masih terus mengayuh sepedanya dengan penuh semangat dengan membawa harapan agar anak didiknya bisa menjadi anak yang sukses dan membanggakan orang tua khususnya, berguna buat bangsa umumnya, dikayuhannya kali ini beliau melintasi persawahan yang sudah mulai panen, kebetulann sudah banyak para petani yang berada disawah itu untuk memetik hasil panennnya, sesekali Pak Daud menyapa para Petani.

Dijalan tengah sawah itu berdiri begitu banyak pohon yang seolah-olah menyambut kedatangan Pak Daud dengan segala kesederhanaannya, pohon itu besar-besar dan kurang lebih berumur 10 tahunan lebih, para pohon saling bercengkrama akrab di bagi hari itu, tak peduli dengan burung-burung yang hinggap ditubuhnya dan cuitan-cuitan anak burung yang sudah terbangun dari tidur semalam, nampaknya para pohon itu menyukai orang-orang yang berlalu lalang untuk melaksanakan aktivitasnya masing-masing, termasuk Pak Daud.

“Aku sudah hampir 10 tahun melihat dia lewat sini dan wajahnya masih sangat cerah, walaupun sudah tua kira-kira dia siapa ya, masih dengan sepeda yang sama persis??” begitu ucap pohon

Pak Daud masih mengayuh sepedanya dengan stabil sesekali beliau melihat pemandangan-pemandangan yang diberikan Allah swt lewat luasnya sawah dan hamparan padi yang sudah siap Panen. tak habis fikir beliau dalam benaknya mengapa negeri yang kaya raya ini belum sepenuhnya merdeka, dia selalu berharap supaya generasi muda bisa hidup Sejahtera dan bahagia di masa depan nanti, dan masih bisa menikmati sumber daya alam Indonesia yang diberikan oleh Allah swt yang melimpah ini.

Dikejauhan tepatnya sebelah Timur sudah mulai terlihat cahaya kekuningan nampaknya matahari sudah terbangun dan siap menjalankan tugas sehari-harinya memberi cahaya pada Bumi dan untuk memberi penghidupan kepada penghuni bumi ini, burung-burung disawah pun mulai berkicau dan berterbangan kesana kemari menyambut kehadiran matahari yang menandakan bahwa hari sudah pagi.

Embun-embun pagi sudah mulai berguguran dan menghilang entah kemana atau mungkin mereka bersembunyi untuk beristirahat menunggu malam datang lagi. dari kejauhan juga Pak Daud mendengar suara hewan peliharaan-peliharaan tetangga, yang saling bersahutan, ada Ayam, Burung, Bebek, Kambing Dll.

Tidak hanya suara yang beliau dengar, nun jauh disana nampak terlihat ada pasukan baris berbaris dari ratusan bebek milik warga sekitar yang tengah berjalan ditengah-tengah sawah yang padinya sudah dipanen, seketika juga melihat gerumbulan ayam dengan anaknya yang kira-kira berjumlah 10 ekor sedang mencari makan.

Udara pagi menghempas tubuh pak Daud yang sudah nampak mulai keluar keringat, kayuhan sepedanya sudah mulai melambat gerangan beliau melewati jembatan panjang Sungai Serayu yang menjadi batas dan penghubung antara Kecamatan Kesugihan–Maos, begitu jernih air itu mengalir sembari membentuk gugusan-gugusan ombak kecil yang saling berkejaran diperindah dengan hamparan luas sungai, pohon dan kebun-kebun nan hijau ditepi sungai, burung-burung berterbangan diatas sungai yang mungkin sedang mencari makan, terkadang ada burung yang hinggap di beton-beton dan besi-besi jembatan rel Kereta Api kemudian terbang lagi, di ujung sana terlihat muara sungai yang begitu luas dan terlihat banyak kapal nelayan dimuara itu.

Dibawahnya pak Daud persis ada perahu para pencari pasir tengah beraktivitas, tak lama kemudian datanglah kereta api yang melintasi jembatan sungai serayu itu dengan suara khasnya. Setelah berhasil melintasi jembatan sungai serayu akhirnya beliau sampai kepada tempat tujuan yaitu MTs Nailul Anwar, sesekali muridnya menyapa selamat pagi kepada Pak Daud, Pak Daud pun memarkirkan sepeda tuanya kemudian bergegas menuju kekantor untuk meletakan tas dan istirahat sejenak, Ntahlah didalam kantor itu terdapat buku-buku yang sudah lama dan usang belum pernah tersentuh siapapun dan mereka ada yang menjadi saksi bisu kesetiaan Pak Daud yang sudah mengabdi hampir 15 Tahun di MTs ini.


Bel tanda masuk Sekolah pun berbunyi Pak Daud menuju kekelas paling ujung yaitu kelas 9a, beliau ada 1 mata pelajaran disana kemudian beliau mengajar di kelas 9a ,7b ,7c , bel istirahat pun berbunyi sekitar jam setengah sepuluhan, beliau tidak langsung menuju kantor namun menuju ke Masjid yang dekat dengan Sekolahan untuk melaksanakan sholat sunnah Dhuha, sebentar dia selesai sholat kemudian dia masuk kantor untuk beristiraha , hingga bel masuk pun berbunyi beliau pun segera masuk kekelas, keramahan ,kewibawaan dan humoris dari Pak Daud lah yang membuat siswa dan siswi tidak pernah bosan jika di ajar oleh beliau.

Adzan Dzuhur berbunyi dan siswa siswi terkecuali bagi perempuan yang berhalangan beristirahat untuk melaksanakan sholat Dzuhur berjamaah di dekat Masjid Sekolah hal ini memang sudah dijadikan budaya oleh sekolah MTs ini, selesai sholat pun masih ada satu mata pelajaran yang harus di laksanakan dan akhirnya selesai sudah kegiatan belajar mengajar di sekolah ini.

Waktu sudah menunjukan pukul 14:30 waktunya Pak Daud untuk bergegas mendekati sepeda tuanya untuk kemudian membawanya pulang ke rumah, dalam perjalanan suasana hampir sama seperti ketika dia berangkat, hanya saja kali ini beliau terasa lebih dekat dengan matahari karena sinar mataharinya cukup panas, sesampainya dirumah beliau beristirahat sambil duduk-duduk di teras rumah, lagi-lagi Pak Daud melihat bayagan masa lalu sekitar 50 tahun yang lalu, beliau melihat bayangan Anak dan istrinya, persis yang dia kemukakan ketika lamunan sehabis wirid Sholat shubuh, anak dan istrinya sedang bercengkrama dan bercandaan dengan mainan mobil-mobilan jeep kecil yang dia simpan didalam lemari yang sampai saat ini masih ada.

 Sangking rindunya terhadap anak dan istrinya beliau mengambil foto mereka berdua, hatinya terasa begitu hancur lebur dan air matanya tak terbendunng, melihat foto anak dan istrinya yang berada di album foto tersenyum manis, seakan akan menambah rasa kangen yang sudah tak tertahankan, sehingga dia memeluk album foto itu erat-erat.
“Allahu akbar, Allahu Akbar, allahu akbar, allahu akbar”

Suara adzan menggema di Musholla ujung desa, dengan bergegas beliau mengganti baju dinas guru dengan koko dan sarung, lalu beliau berjalan ke Musholla untuk melaksanakan Sholat Ashar berjama’ah, selesai sholat dia ada niatan untuk berziarah ke makam anak da istrinya, beliau berfikir kenapa dari kemarin bayangan anak dan istrinya yang sudah berbeda dunia selalu terngiang-ngiang, mungkin mereka rindu dengan beliau tanpa perpikir panjang lagi beliau bergegas menuju ke rumah untuk mengambil sepeda tua yang kebetulan jarak pemakaman itu cukup jauh dari rumah.

Ayuhan sepeda tua yang masih terasa  Angles (Masih seperti baru rasanya) itu meluncur tanpa ada halangan, pandanngan mata Pak Daud kedepan melewati jalan-jalan kampung, persawahan bahkan peternakan, hingga tiba pada suatu tempat yaitu Pasar seketika Pak Daud pun berhenti sambil membeli buah-buahan dan melihat ke ujung pasar itu dengan penuh makna dan sesuatu yang tersembunyi, lagi-lagi tempat itu menjadi saksi bisu dan kenangan yang tidak bisa terlupakan, namun ditempat itu air mata beliau tidak keluar akann tetapi malahan tersenyum, ya ditempat itu dulu dia bertemu dengan Bu Aisyah, yang tak lan adalah istri tercintanya.

Perkenalan mereka diawali ketika Pak Daud pulang kuliah kemudia disuruh orang tuanya ke Pasar, beliau memarkirkan sepeda disitu dan kemudian bu aisyah pun tanpa sengaja mau memarkirkan motornya disitu, namun bu aisyah terjatuh dari motornya karena hilang keseimbangan dengan cepat pak Daud membantu Bu Aisyah dan berkenalan disitu.
“Semua itu hanya kenangan yang tak akan dibawa mati namun inilah kehidupan, pada dasarnya semuapun akan kembali pada-Nya”Gumamnya dalam hati.

Pak Daud melanjutkan perjalanannya yang hanya tinggal melewati Sawah disana kemudian sampai kepada makam anak dan istrinya yang ternyata letaknya juga dekat dengan sawah, karena waktu sudah semakin sore pak Daud membersihkan makam anak dan istrinya kemudian membacakan Yasin dan Tahlil, Senja itu mulai tenggelam hembusan angin persawahan terasa cukup dingin lambaian pohon Kamboja yang berdiri di pemakaman seakan mengucapkan terimakasih kepada pak Daud yang sudah berkunjung ke makam, dan senja pun mulai tenggelam dengan cahaya mega merah yang mulai memudar serangga –serangga sudah mulai bangun dan memainkan alat musik mereka menyambut malam tiba, dan pak Daud mendengar Suara Adzan, kali ini pak Daud memutuskan untuk sholat di desa tetagga.

Sepulang dari Makam dan sudah melaksanakan sholat isya di desa tetangga beliau membuka lembar jawaban anak didiknya yang kebetulan tadi pagi beliau mengadakan Ulangan harian, Secangkir kopi dan suara-suara serangga-serangga yang menemani malam pak Daud, melihat hasil ulangan anak kelas 9a yang sebentar lagi mau UN pak Daud cukup puas dan tenang, apa yang telah disampaikannya ternyata tidak sia-sia.

Paginya pak Daud mendengar kabar bahwa muridnya 25 tahun yang lalu menjadi Bupati Cilacap dan ada yang menjadi Gubernur Jawa Tengah, dengan sangat bangga dan gembira beliau sujud syukur, walaupun mungkin anak didiknya itu sudah lupa sama beliau, tapi beliau tidak pernah berfikir kesitu, yang beliau tau mereka bupati dan Gubernur yang pernah menjadi murid beliau.



M Aan Setiawan
Penulis Amatiran

0 Komentar:

Post a Comment