Al-qur’an adalah sebuah kitab suci yang berisi kalam atau wahyu dari Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai pedoman dan pegangan umat muslim. Al-qur’an diturunkan pada abad ke 7 M tepatnya ketika zaman Nabi masih hidup di bumi. Al-qur’an sendiri merupakan satu-satunya kitab suci yang sampai sekarang belum ada yang mampu untuk mengubahnya, Al-qur’an juga satu-satunya kitab suci yang keasliannya tetap terjaga hingga akhir zaman. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya “ Sesungguhnya kami lah yang menurunkan Al-qur’an dan kami lah yang akan menjaganya” (Qs.Al-Hijr ayat 9)
Sebagai satu-satunya kitab suci yang dijaga keasliannya, akhir-akhir ini banyak yang mempertanyakan relevansi Al-Qur’an dengan konteks perkembangan zaman yang ada atau yang sering disebut sebagai moodernisasi. Hal ini tidak heran mengingat usia Al-qur’an yang sudah mencapai lebih dari 14 abad dan pada rentang waktu itu dunia ini telah mengalami perkembangan dan perubahan yang cukup siknifikan di bandingkan berabad lalu ketika Al-Qur’an di turunkan
Menurut kamus umum bahasa Indonesia, modern artinya adalah yang terbaru, secara baru atau mutakhir. Dengan demikian modernisasi berarti merupakan prosesuntuk menuju kepada yang terbaru atau yang mutakhir tersebut. Modernisasi selalu berkaitan dengan manusia secara individual maupun sosial. Secara individual modernisasi selalu dikaitkan dengan penemuan penemuan terbaru dari seseorang yang akhirnya terkenal menjadi seorang inventor. Misalnya, penemuan lampu pijar oleh Thomas Alpha Edison merupakan penemuan individual dalam rangka modernisasi.[1]
Sebagaimana yang diyakini oleh banyak pakar, bahwa dunia ini tanpa terkecuali sedang mengalami the grand process of modernization. Menurut ajaran Islam, perubahan adalah bagian dari sunnatullâh dan merupakan salah satu sifat asasi manusia dan alam raya secara kese-luruhan. Maka suatu kewajaran, jika manusia, kelompok masyarakat dan lingkungan hidup mengalami perubahan. Modernisasi selalu melibatkan globalisasi dan berimplikasi pada perubahan tatanan sosial dan intelektual, karena dibarengi oleh masuknya budaya impor ke dalam masyarakat tersebut.[2]
Umat Islam pada umumnya memandang atau memaknai Al-qur’an secara kaku atau tidak memperluas pandangannya terhadap kitab suci mereka sendiri. Seorang pemikir Islam dari turki yaitu Fethullah Gulen membagi menjadi dua dasar dalam memahami Al-qur’an pertama, menempatkan al-Qur’an sebagai sebuah keajaiban/mukjizat dimana al-Qur’an mengungkapkan banyak hal dengan kata yang sangat terbatas. Kedua, Kontekstualisasi pemaknaan ayat. Conteks berarti penggunaan kata-kata dalam sebuah teks memiliki hubungan dengan bagian lain dalam sebuah kalimat. Al-Qur’an memiliki hubungan antara satu ayat dengan ayat atau surat yang lain[3]. Gullen juga menginginkan satu hal yang juga sangat penting dalam memahami al-Qur’an adalah menempatkannya dalam kehidupan kita sebagai pembaca. Sebab hanya dengan begitu al-Qur’an akan hidup di zaman kita dan memberikan manfaat dala kehidupan manusia
Sebagai umat Islam maka kita wajib mengikuti apa yang telah di bangun Rasulullah pada masanya yaitu paradigma yang dibawa Rasulullah SAW (w. 632 M) yang meletakkan Aqidah Islam yang berasas Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah sebagai asas ilmu pengetahuan. Beliau mengajak memeluk Aqidah Islam lebih dulu, lalu setelah itu menjadikan aqidah tersebut sebagai pondasi dan standar bagi berbagai pengetahun. Dengan menempatkan Aqidah Islam sebagai pondasi dasar kita bisa mengahadapi berbagai permasalahan yang di timbulkan oleh perkembangan zaman
Inilah paradigma Islam yang menjadikan Aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek. Itulah hasil dan prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada masa kejayaan iptek Dunia Islam antara tahun 700-1400 M[4]. Dengan demikian Al-Qur’an adalah sumber dari segala pengetahuan di dunia. Maka, tidak ada alasan bahwasanya Al-qur’an sebagai kitab suci yang telah dijamin terjaga kemurniannya oleh Allah akan mengalami keusangan sehingga sudah tidak relevan dengan kondisi zaman modern sekarang ini.
[1] Jurnal Masyarakat 79 dan Budaya, Volume 5 No. 2 Tahun 2003
[2] Islamuna Volume 1 Nomor 1 Juni 2014 hal. 50
[3] Jurnal Substantia, Vol. 13, No. 2, Oktober 2011 hal 102
[4] Jurnal Komunikasi dan Sosial Keagamaan Vol: XV, No. 1, Juni 2012 hal.100
0 Komentar:
Post a Comment