PANCASILA – Upaya penyadaran bagi para mahasiswa yang mengadopsi pemahaman fundamental dan anti pluralitas, sudah sepatutnya dilakukan. Tak lain untuk sama-sama bisa menerima perbedaan sesuai dengan kandungan dari Al-Qur’an sendiri, bahwa perbedaan itu adalah rahmat.
Pentingnya kader PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) kembali ke kampus, untuk menghidupkan budaya literasi disetiap titik kumpul strategis mahasiswa, demi mencegah hal-hal yang tak diinginkan terjadi di kemudian hari. Sehingga generasi sekarang ini, dapat melakukan perubahan daripada hanya sebagai komentator atau menjadi penonton di sudut lapangan.
Sangatlah etis ketika kita memahami tanggung jawab mahasiswa. Karena dengan melakukan revolusi, ini akan membuat mahasiswa mampu menjadi sebagai tonggak di masa depan yang memicu perubahan untuk kemaslahatan negara ini.
Hal tersebut diatas pulalah yang menjadi persoalan. Karena di lain sisi, komitmen dan konsensus yang sudah dibangun malah seringkali disepelekan, yang membuat sinergitas antar organisasi extra kampus kian tak nampak kekuatannya dan justru menjadi bumerang.
Tak sebatas itu, para mahasiswa yang bergelut di extra kampus, malah keasyikan sibuk mengurusi tentang kepentingan individu maupun kelompoknya yang kian nampak tak memikirkan kepentingan kemaslahatan negara ini.
Berbicara tentang Pancasila, banyak yang belum memahami bahwa sila-sila yang terkandung dalam Pancasila tersebut mengandung pemahaman yang berkaitan langsung dengan Al-Qur’an. Jika kita melihat secara teks Pancasila hanya sebagai simbol, atau hanya sebagai gagasan dasar untuk kehidupan berbangsa dan berenegara.
Sesuai dengan gagasan awal dari Ir. Soekarno, pancasila diusulkan sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sila-sila yang terkandung didalamnya terumuskan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Ideologi pancasila berfungsi sebagai bintang pemandu arah dalam menggapai cita-cita negara bangsa. untuk selanjutnya, dijabarkan menjadi program kegiatan bidang ideologi politik ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. sehingga, dapat dijadikan pegangan dalam menyusun Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHUN).
Dalam rangka mengembangkan dan menerapkan Pancasila sebagai ideologi terbuka, nilai yang terkandung dalam pancasila dibedakan antara nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis.
Nilai dasar adalah nilai yang terkandung dalam pancasila yang bersifat tetap, tidak berubah dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi. Nilai instrumental adalah nilai-nilai yang merupakan penjabaran dari nilai dasar dalam bentuk perundang-undangan yang disesuaikan dengan subtansi yang dihadapi, namun tetap tidak menyimpang dari nilai dasarnya. Nilllai praksis adalah nilai turunan dari nilai dasar dan nilai instrumental yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi (waktu dan tempat).
Dapat saja, nilai praksis nampaknya menyimpang dari nilai dasar, tetapi apabila diteliti secara cermat tidak akan terjadi penyimpangan dari esensi nilai dasarnya, yang memang menjadi rujukan atau sumber derivasinya.
Konsep, prinsip, dan nilai yang terkandung dalam pancasila digunakan sebagai acuan dalam penilaian terhadap segala hal ihwal yang di hadapinya. Aplikasi yang bermakna menerapkan konsep, prinsip, dan nilai pancasila dalam praktek kehidupan yang nyata, meliputu aspek poltik, ekonomi, sosial budaya pertahanan keamanan maupun aspek yang lain.
Dalam rangka melakukan penyadaran terhadap Pancasila, itu seharusnya memahami konsep dasar yang dimana ada baiknya kita merenungkan lembaga negara yang tidak terpisahkan dari semboyan Bhineka Tunggal Ika. Perlu kita refleksi terhadap lambang negara tersebut.
Bhineka Thunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulralistik dalam kehidupan yang terikat dalam suatu kesatuan. Pluralistik bukan pluralisme yang berupa suatu paham yang membiarkan keanekaragaman seperti apa adanya membiarkan setiap entitas yang menunjukkan keberbedaan tanpa peduli adanya common denominator pada keragaman tersebut.
Dengan paham Pluralisme, tidak perlu adanya konsep yang mensubstitusi keanekaragaman. Demikian pula halnya dengan paham multikulturalisme, ibarat onggokan material bangunan yang dibiarkan teronggok sendiri-sendiri; sehingga tidak akan membentuk suatu bangunan yang namanya rumah.
Bhineka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan ekslusif, tidak bersifat formalistis, tetapi dilandasi oleh sikap saling percaya, saling menghormati, saling mencintai dalam kehidupan rukun dan damai.
Bhineka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen, yang bermakna perbedaan yang terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk dibesar-besarkan tetapi dicari titik temu, dalam bentuk kesepakatan bersama, hal ini akan terwujud apabila dilandasi oleh sikap toleran, nonsektarian, inklusif, akomoditif, gotong-royong dalam hidup rukun dan damai.
Bhineka Tunggal Ika mengandung nilai antara lain: (1) toleransi, (2) inklusif, (3) damai dan kebersamaan, (4)setara. Nilai-nilai tersebut tidak menghendaki sifat yang tertutup atau eklusif. sehingga memungkinkan meng-akomodasi keanekaragaman budaya bangsa dan menghadapi arus globalisasi. Walloohul muwaafiq ilaa aqwaamith thoriq…
Credit by : Andi Putra.
Juli 30 2019. Palopo.
Referensi : Buku Pancasila.
Juli 30 2019. Palopo.
Referensi : Buku Pancasila.
0 Komentar:
Post a Comment