Dec 4, 2019

KOPRI


1. Selayang pandang sejarah KOPRI

Pada saat PMII didirikan KOPRI memang belum ada, yang ada hanya divisi keputrian. Hal ini bukan berarti bahwa peran perempuan dianggap tidak besar, melainkan lebih dikarenakan kepraktisan semata. Maksudnya dalam divisi keputrian ini dikalangan perempuan bisa lebih fokus memusatkan perhatiannya menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan dunianya. Meskipun saat itu dunia perempuan masih terbatas pada menjahit, memasak dan dapur

Dalam divisi keputrian tadi, yang menangani semua permasalahan didalamnya tentu saja harus perempuan, meskipun demikian tidak menutup kemungkinan perempuan menempati struktur di PMII. Akan tetapi karena kesiapan SDM dan profesionalitas perempuan yang kurang, menyebabkan jumlah mereka secara kuantitas masih sedikit. Hal ini dapat dimaklumi, karena saat itu masih sedikit perempuan yang melanjutkan studinya ke perguruan tinggi, Kondisi yang terjadi saat itu antara perempuan dan laki-laki saling guyub dalam pengambilan keputusan dan beberapa hal yang mengharuskan mereka bekerja sama mempertaruhkan nama organisasi. 

Lahirnya KOPRI berawal dari keinginan kaum perempuan untuk memiliki ruang sendiri dalam beraktifitas, sehingga mereka dapat bebas mengeluarkan pendapat atau apapun. Keinginan tersebut didukung sepenuhnya oleh kaum laki-laki saat itu. Corps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Poetri (COPRI) lahir pada tanggal 25 November 1997 di Semarang, dengan status semi otonom. Ini merupakan follow up atas dilaksanakannya Training Kursus Keputrian di Jakarta pada tanggal 16 februari 1966 yang kemudian melahirkan Panca Norma KOPRI. Selain itu alasan adanya KOPRI adalah sebagai upaya guna peningkatan partisipasi perempuan serta pengembanagan wawasan wilayah-wilayah kerja sosial kemasyarakatan.

Walaupun KOPRI merupakan bagian dari komunitas NU da saat itu masih menjadi partai, tetapi tidak ada kaitannya sama sekali. Dengan terbentuknya KOPRI baik itu asalan politis, kepentingan sesaat, maupun tunggangan ideologi, sekalipun NU merupakan parpol. Pada tanggal 28 Oktober 1991 saat kepemimpinan sahabati KHofifah ditetapkan Nilai kader KOPRI dan pada saat itu pula kaderisasi KOPRI telah dibemtuk pola pengkaderan yang sistematis, yaitu dibentuk sistem kaderisasi yang terdiri dari kurikulum dan pedoman pelaksanaan LKK (Latihan Kader KOPRI) serta petunjuk pelaksaan LKK. 

Secara struktural KOPRI dalam institusinya berstatus semi otonom atau bagian integral dan tidak terpisahkan dari wadah utamanya yaitu PMII. lewat semua itu, KOPRI banyak belajar dan menyadari betul tentang perlu adanya seorang pemimpin yang memiliki kemampuan dan performance pemimpin sangat mempengaruhi gerak dan aktifitas organisasi. Klaim tentang kesadaran gender pada PMII membangun argument asi KOPRI haruslah di bubarkan, karena KOPRI mengakibatkan eksklusifitas perempuan di PMII. Organisasi perempuan sebagai subordinat organisasi lain dianggap memberi legitimasi terhadap stereotyp perempuan sebagai makhluk sobordinat dan kontra produkif

Pada Kongres XIII di Medan tahun 2000 KOPRI dibubarkan dikarenakan pengaruh dari euforia gerakan kesadaran gender. Selama ini kita merasakan tampak kesenjangan-kesenjangan tidak hanya kader laki-laki dan perempuan, tetapi juga antar daerah. Pembubaran KOPRI yang tidak dibarengi dengan usaha institusionalisasi yang serius ke arah penataan kelembagaan mengakibatkan luluh lantahnya kader-kader putri kembali kepada titik nol. Hal ini mengakibatkan munculnya kecurigaan bahwa pembubaran KOPRI ibarat perang kader putri yang menang dilemahkan berangkat ke medan kontestasi. 

Berdasarkan forum musyawarah yang diamanatkan oleh Kongres XIV di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur maka dibuatlah sebuah pertemuan POKJA perempuan PMII pada tanggal 26-29 September 2003 di jakarta yang menghasilkan ketetapan bahwa dibentuk kembali wadah perempuan bernama KOPRI yang merupakan bagian integral dari PMII. PB KOPRI berpusat di Jakarta, dengan visi terciptanya masyarakat yang berkeadilan berlandaskan kesetaraan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaa. Sedangkan misinya adalah mengidiologisasikan gender dan mengkonsolidasikan gerakan perempuan di PMII untuk membangun masyarakat berkeadilan gender. 

2. Panca Norma KOPRI 

Panca Norma KOPRI dicetuskan pada tanggal 16 februari 1966 pada saat pelaksanaan Training Course Keputrian I PMII di Jakarta bersamaan dengan diadakan Mukernas I yang berisi sebagai berikut 
a. Tentang Emansipasi 
b. Tentang Etika Wanita Islam
c. Tentang watak PMII Putri dalam kesatuan dan Totalitas beroganisasi
d. Tentang partisipasi PMII putri terhadap Neven-neven organisasi
e. Tentang Partisipasi PMII putri terhadap kegiatan-kegiatan masyarakat

3. Nilai Kader KOPRI 

Nilai kader KOPRI atau biasa disingkat NKK merupakan sebuah sarana kader KOPRI untuk mengenal, melihat dirinya sendiri dan bahkan mengharapkan yang lain untuk melihat. NKK juga merupakan potret yang diharapkan. Fungsi dari NKK yaitu 
  • Sebagai justifikasi terhadap tertib sosial dan tertib organisasi yang mensyaratkan pada anggota untuk menerima 
  • Sebagai konstruk yang sah dan dianggap viral secara moral nebgikat, Jadi setiap tindakan harus berada di balik legitimasi NKK
  • Mampu menumbuhkan"sens of belongings" warga terhadap organisasi yang mempertautkan kolektifitas masa lampau sekaligus diarahkan pada masa depan sebagai pengidentifikasian diri terhadap lingkungan yang selalu berubah
  • Sebagai pedoman yang memberikan wawasan mengenai misi dan tujuan organisasi sekaligus merupakan komitmen untuk bertindak
Berangkat dari pemikiran diaras maka NIlai-Nilai Kader KOpri dirumuskan sebagai berikut :
a. Modernisasi
b. Mitra sejajar
c. Wanita Ideal
d. Watak Kopri 

Diatas adalah sedikit yang bisa kita sharing tentang KOPRI yah sahabat-sahabati, kalau ada yang salah dan kurang mohon diingatkan, Kalau ada yang kurang jelas sahabt-sahabati bisa tanya ke KOPRI tiap-tiap pengurus baik komisariat, cabang, PKC ataupun PB. 

ASWAJA (Ahli sunnah wal Jamaah)


Pengertian ASWAJA
ASWAJA sesungguhnya identik dengan pernyataan nabi "Ma Ana 'Alaihi wa Ashabi" seperti yang dijelaskan sendiri oleh Rasululloh SAW dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud bahwa :"Bani Israil terpecah belah menjadi 72 Golongan dan ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, kesemuanya masuk nereka kecuali satu golongan". Kemudian para sahabat bertanya ; "Siapakah mereka itu wahai rasululloh?", lalu Rosululloh menjawab : "Mereka itu adalah Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" yakni mereka yang mengikuti apa saja yang aku lakukan dan juga dilakukan oleh para sahabatku.
Dalam hadist tersebut Rasululloh SAW menjelaskan bahwa golongan yang selamat adalah golongan yang mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasululloh dan para sahabatnya. Pernyataan nabi ini tentu tidak sekedar kita maknai secara tekstual, tetapi karena hal tersebut berkaitan dengan pemahaman tentang ajaran Islam maka "Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" atau Ahli Sunnah Waljama'ah lebih kita artikan sebagai "Manhaj Au Thariqoh fi Fahmin Nushus Wa Tafsiriha" ( metode atau cara memahami nash dan bagaimana mentafsirkannya).
Dari pengertian diatas maka Ahli Sunnah Wal Jama'ah sesungguhnya sudah ada sejak zaman Rasululloh SAW. Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru muncul diakhir abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah yang dikaitkan dengan lahirnya kosep Aqidah Aswaja yang dirumuskan kembali (direkonstuksi) oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ari (Wafat : 935 M) dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi (Wafat : 944 M) pada saat munculnya berbagai golaongan yang pemahamannya dibidang aqidah sudah tidak mengikuti Manhaj atau thariqoh yang dilakukan oleh para sahabat, dan bahkan banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik dan kekuasaan.
Secara semantik arti Ahlussunnah wal jama'ah adalah sebagai berikut. Ahl berartipemeluk, jika dikaitkan dengan aliran atau madzhab maka artinya adalah pengikut aliran atau pengikut madzhab (ashab al-madzhab).Al-Sunnah mempunyai arti jalan, di samping memiliki arti al-Hadist. Disambungkan dengan ahl keduanya bermakna pengikut jalan Nabi, para Shahabat dan tabi'in. Al-Jamaah berarti sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Bila dimaknai secara kebahasaan, Ahlusunnah wal Jama'ah berarti segolongan orang yang mengikuti jalan Nabi, Para Shahabat dan tabi'in.
Nahdlatul 'Ulama merupakan ormas Islam pertama di Indonesia yang menegaskan diri berfaham Aswaja. Dalam Qanun Asasi (konstitusi dasar) yang dirumuskan olehHadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari juga tidak disebutkan definisi Aswaja. Namun tertulis di dalam Qanun tersebut bahwa Aswaja merupakan sebuah faham keagamaan dimana dalam bidang akidah menganut pendapat Abu Hasan Al-Asy'ari dan Al-Maturidi, dalam bidang fiqh menganut pendapat dari salah satu madzhab empat(madzahibul arba'ah -- Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Hanbali), dan dalam bidang tasawuf/akhlak menganut Imam Junaid al-Baghdadi dan Abu Hamid Al-Ghazali.
Historis Pembentukan ASWAJA
Ahlussunnah Wal Jama'ah (Aswaja) lahir dari pergulatan intens antara doktrin dengan sejarah. Di wilayah doktrin, debat meliputi soal kalam mengenai status Al-Qur'an apakah ia makhluk atau bukan, kemudian debat antara Sifat-Sifat Allah antara ulamaSalafiyyun dengan golongan Mu'tazilah, dan seterusnya.
Di wilayah sejarah, proses pembentukan Aswaja terentang hingga zaman al-khulafa' ar-rasyidun, yakni dimulai sejak terjadi Perang Shiffin yang melibatkan Khalifah Ali bin Abi Thalib RA dengan Muawiyah. Bersama kekalahan Khalifah ke-empat tersebut, setelah dikelabui melalui taktik arbitrase (tahkim) oleh kubu Muawiyah, ummat Islam makin terpecah kedalam berbagai golongan. Di antara mereka terdapat Syi'ah yang secara umum dinisbatkan kepada pengikut Khalifah Ali bin Abi Thalib, golonganKhawarij yakni pendukung Ali yang membelot karena tidak setuju dengan tahkim,dan ada pula kelompok Jabariyah yang melegitimasi kepemimpinan Muawiyah. Selain tiga golongan tersebut masih ada Murjiah dan Qadariah, faham bahwa segala sesuatu yang terjadi karena perbuatan manusia dan Allah tidak turut campur (af'al al-ibad min al-ibad) -- berlawanan dengan faham Jabariyah.
Di antara kelompok-kelompok itu, adalah sebuah komunitas yang dipelopori oleh Imam Abu Sa'id Hasan ibn Hasan Yasar al-Bashri (21-110 H/639-728 M), lebih dikenal dengan nama Imam Hasan al-Bashri, yang cenderung mengembangkan aktivitas keagamaan yang bersifat kultural (tsaqafiyah), ilmiah dan berusaha mencari jalan kebenaran secara jernih. Komunitas ini menghindari pertikaian politik antara berbagai faksi politik (firqah) yang berkembang ketika itu. Sebaliknya mereka mengembangkan sistem keberagamaan dan pemikiran yang sejuk, moderat dan tidak ekstrim. Dengan sistem keberagamaan semacam itu, mereka tidak mudah untuk mengkafirkan golongan atau kelompok lain yang terlibat dalam pertikaian politik ketika itu.
Seirama waktu, sikap dan pandangan tersebut diteruskan ke generasi-generasi Ulama setelah beliau, di antaranya Imam Abu Hanifah Al-Nu'man (w. 150 H), Imam Malik Ibn Anas (w. 179 H), Imam Syafi'i (w. 204 H), Ibn Kullab (w. 204 H), Ahmad Ibn Hanbal (w. 241 H), hingg tiba pada generasi Abu Hasan Al-Asy'ari (w 324 H) dan Abu Mansur al-Maturidi (w. 333 H). Kepada dua ulama terakhir inilah permulaan faham Aswaja sering dinisbatkan; meskipun bila ditelusuri secara teliti benih-benihnya telah tumbuh sejak dua abad sebelumnya.
Indonesia merupakan salah satu penduduk dengan jumlah penganut faham Ahlussunnah wal Jama'ah terbesar di dunia. Mayoritas pemeluk Islam di kepulauan ini adalah penganut madzhab Syafi'i, dan sebagian terbesarnya tergabung -- baik tergabung secara sadar maupun tidak -- dalam jam'iyyah Nahdlatul 'Ulama, yang sejak awal berdiri menegaskan sebagai pengamal Islam ala Ahlussunnah wal-Jama'ah.
Karakteristik dan Aspek Cakupan ASWAJA
Ahli Sunnah wal Jama'ah meliputi pemahaman dalam tiga bidang utama, yakni bidang Aqidah, Fiqh dan Tasawwuf. Ketiganya merupakan ajaran Islam yang harus bersumber dari Nash Qur'an maupun Hadist dan kemudian menjadi satu kesatuan konsep ajaran ASWAJA. Kaitannya dengan pengamalan tiga sendi utama ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, golongan Ahlussunnah Wal-Jama'ah mengikuti rumusan yang telah digariskan oleh ulama salaf.
Dalam bidang aqidah atau tauhid tercerminkan dalam rumusan yang digagas oleh Imam al-Asy'ari dan Imam al-Maturidi. Dalam masalah amaliyah badaniyah terwujudkan dengan mengikuti madzhab empat, yakni Madzhab al-Hanafi, Madzhab al-Maliki, Madzhab al-Syafi`i, dan Madzhab al-Hanbali. Bidang tashawwuf mengikuti Imam al-Junaid al-Baghdadi (w. 297 H/910 M) dan Imam al-Ghazali.
Jika sekarang banyak kelompok yang mengaku sebagai penganut Ahlussunnah Wal-Jama'ah maka mereka harus membuktikannya dalam praktik keseharian bahwa ia benar-benar telah mengamalkan Sunnah rasul dan Sahabatnya.
Dilingkunagn ASWAJA sendiri terdapat kesepakatan dan perbedaan. Namun perbedaan itu sebatas pada penerapan dari prinsip-prinsip yang disepakati karena adanya perbedaan dalam penafsiran sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ushulul Fiqh dan Tafsirun Nushus. Perbedaan yang terjadi diantara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah tidaklah mengakibatkan keluar dari golongan ASWAJA sepanjang masih menggunakan metode yang disepakati sebagai Manhajul Jami' . Hal ini di dasarkan pada Sabda Rosululloh SAW. Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim : "Apabila seorang hakim berijtihad kemudian ijtihadnya benar, maka ia mendapatkan dua pahala, tetapi apabila dia salah maka ia hanya mendapatkan satu pahala". Oleh sebab itu antara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah walaupun terjadi perbedaan diantara mereka, tidak boleh saling mengkafirkan, memfasikkan atau membid'ahkan.
Sebagaimana dinyatakan dimuka, bahwa ASWAJA sebenarnya bukanlah madzhab tetapi hanyalah Manhajul Fikr (metodologi berfikir) atau faham saja yang didalamnya masih memuat banyak aliran dan madzhab. Faham tersebut sangat lentur, fleksibel, tawassuth, I'tidal, tasamuh dan tawazun. Hal ini tercermin dari sikap Ahli Sunnah Wal Jama'ah yang mendahulukan Nash namun juga memberikan porsi yang longgar terhadap akal, tidak mengenal tatharruf (ekstrim), tidak kaku, tidak jumud (mandeg), tidak eksklusif, tidak elitis, tidak gampang mengkafirkan ahlul qiblat, tidak gampang membid'ahkan berbagai tradisi dan perkara baru yang muncul dalam semua aspek kehidupan, baik aqidah, muamalah, akhlaq, sosial, politik, budaya dan lain-lain.
Adapun kelompok yang keluar dari garis yang disepakati dalam menggunakan Manhajul jami' yaitu metode yang diwariskan oleh oleh para sahabat dan tabi'in juga tidak boleh secara serta merta mengkafirkan mereka sepanjang mereka masih mengakui pokok-pokok ajaran Islam, tetapi sebagian ulama menempatkan kelompok ini sebagai Ahlil Bid'ah atau Ahlil Fusuq. Pendapat tersebut dianut oleh antara lain KH. Hasyim Asy'ari sebagaimana pernyataan beliau yang memasukkan Syi'ah Imamiah dan Zaidiyyah termasuk kedalam kelompok Ahlul Bid'ah.
Wal hasil salah satu karakter ASWAJA yang sangat dominan adalah "Selalu bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi". Langkah Al-Asy'ari dalam mengemas ASWAJA pada masa paska pemerintahan Al-Mutawakkil setelah puluhan tahun mengikuti Mu'tazilah merupakan pemikiran cemerlang Al-As'ari dalam menyelamatkan umat Islam ketika itu. Kemudian disusul oleh Al-Maturidi, Al-Baqillani dan Imam Al-Juwaini sebagai murid Al-Asyari merumuskan kembali ajaran ASWAJA yang lebih condong pada rasional juga merupakan usaha adaptasi Ahli Sunnah Wal Jama'ah. 
Begitu pula usaha Al-Ghazali yang menolak filsafat dan memusatkan kajiannya dibidang tasawwuf juga merupakan bukti kedinamisan dan kondusifnya Ajaran ASWAJA. Hatta Hadratus Syaikh KH. Hasim Asy'ari yang memberikan batasa ASWAJA sebagaimana yang dipegangi oleh NU saat ini sebenarnya juga merupakan pemikiran cemerlang yang sangat kondusif.
Dari pengertian diatas maka Ahli Sunnah Wal Jama'ah sesungguhnya sudah ada sejak zaman Rasululloh SAW. Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru muncul diakhir abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah yang dikaitkan dengan lahirnya kosep Aqidah Aswaja yang dirumuskan kembali (direkonstuksi) oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ari (Wafat : 935 M) dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi (Wafat : 944 M) pada saat munculnya berbagai golongan yang pemahamannya dibidang aqidah sudah tidak mengikuti Manhaj atau thariqoh yang dilakukan oleh para sahabat, dan bahkan banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik dan kekuasaan.
Dengan kemunculannya, Aswaja tetap mempertahankan manhaj-manhaj yang telah ditelorkan oleh para salafussholih sebagai manhajul fikri. Upaya dekonstruktif ini selayaknya dihargai sebagai produk intelektual walaupun juga tidak bijaksana jika diterima begitu saja tanpa ada discourse panjang dan mendalam dari pada dipandang sebagai upaya 'merusak' norma atau tatanan teologis yang telah ada. Dalam perkembangannya, akhirnya menjadi konsep dasar segala pemikiran Aswaja. 
Prinsip dasar dari aswaja sebagai manhajul fikri meliputi ; tawasuth (mederat), tasamuh (toleran) dan tawazzun (seimbang). Aktualisasi dari prinsip yang pertama adalah bahwa selain wahyu, kita juga memposisikan akal pada posisi yang terhormat (namun tidak terjebak pada mengagung-agungkan akal) karena martabat kemanusiaan manusia terletak pada apakah dan bagaimana dia menggunakan akal yang dimilikinya. Artinya ada sebuah keterkaitan dan keseimbangan yang mendalam antara wahyu dan akal sehingga kita tidak terjebak pada paham skripturalisme (tekstual) dan rasionalisme.
Selanjutnya, dalam konteks hubungan sosial, seorang pengikut Aswaja harus bisa menghargai dan mentoleransi perbedaan yang ada bahkan sampai pada keyakinan sekalipun. Tidak dibenarkan kita memaksakan keyakinan apalagi hanya sekedar pendapat kita pada orang lain, yang diperbolehkan hanyalah sebatas menyampaikan dan mendialiektikakan keyakinan atau pendapat tersebut, dan ending-nya diserahkan pada otoritas individu dan hidayah dari Tuhan. 
Ini adalah menifestasi dari prinsip tasamuh dari aswaja sebagai manhajul fikri. Dan yang terakhir adalah tawazzun (seimbang). Penjabaran dari prinsip tawazzun meliputi berbagai aspek kehidupan, baik itu perilaku individu yang bersifat sosial maupun dalam konteks politik sekalipun. Ini penting karena seringkali tindakan atau sikap yang diambil dalam berinteraksi di dunia ini disusupi oleh kepentingan sesaat dan keberpihakan yang tidak seharusnya.
Walaupun dalam kenyataannya sangatlah sulit atau bahkan mungkin tidak ada orang yang tidak memiliki keberpihakan sama sekali, minimal keberpihakan terhadap netralitas. Artinya, dengan bahasa yang lebih sederhana dapat dikatakan bahwa memandang dan menposisikan segala sesuatu pada proporsinya masing-masing adalah sikap yang paling bijak, dan bukan tidak mengambil sikap karena itu adalah manifestasi dari sikap pengecut dan oportunis.








Tuhan, Alam dan Manusia



Pengertian Tuhan
Tuhan, dalam konsep al-qur’an Allah adalah satu-satunya Tuhan, Ia adalah Tuhan semesta alam dan bukan Tuhan bagi bangsa tertentu, Ia adalah Tuhan yang berkuasa penuh tidak hanya berkuasa atas sebagian makhluk atau alam. Tuhan lah yang menciptakan manusia dan jin serta seluruh alam semesta ini dengan maksud dan tujuan untuk beribadah pada-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam surat an-Naziat ayat 56 yang artinya adalah “tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku”
Kata Tuhan merujuk kepada suatu zat abadi dan supranatural, biasanya dikatakan mengawasi dan memerintah manusia dan alam semesta atau jagat raya. Tuhan adalah sesuatu yang terdapat dalam pikiran (mind) manusia. Berbicara tentang Tuhan, maka kita akan berbicara tentang kekuatan (power) yang tidak pernah ada dan bahkan tidak akan pernah dimiliki oleh manusia kecuali atas izin-Nya
Pengertian Alam
Alam adalah sarana untuk menghantarkan manusia pada pengetahuan dan pembuktian tentang keberadaan dan kemahakuasaan Allah Swt. Alam semesta ( universe, kosmos, al-kaun)  merupakan realitas yang dihadapi oleh manusia, yang sampai kini baru sebagian kecil saja yang dapat diketahui dan diungkap oleh manusia. Artinya dapat kita simpulkan bahwa alam adalah ladang yang amat luas sebagai perantara kita kepada Allah SWT untuk dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di dunia.
Pengertian Manusia
Manusia adalah salah satu makhluk yang berbeda dengan makhluk lainnya, ini disebabkan karena ditiupkannya ruh Allah SWT yang menjadi salah satu unsur kedirina dari manusia. Dengan unsur ini manusia mampu mendayagunakan segala kemampuannya untuk menangkap kebenaran di dalam lingkungannya berada. Nicolaus D dan A, Sudiarja menyatakan bahwa Manusia adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani dan rohani akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu barang.  Sedangkan menurut Omar Muhammad Al-Toumi al syaibany Manusia adalah mahluk yang paling mulia, manusia adalah mahluk yang berfikir, dan manusia adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan ruh), manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan.
Hubungan Tuhan, Alam dan Manusia
Tuhan, alam dan manusia merupakan satu kesatuan yang terkadang biasa disebut sebagai trilogi filsafat. Tuhan sebagai sang pencipta dan sang pengatur alam semesta menempatkan manusia sebagai pemimpin (khalifah) untuk menjaga alam semesta ini. Sebagai pemimpin (khalifah) manusia diberikan keistimewaan oleh Tuhan berupa kekuatannya yang berupa ruh-Nya sehingga manusia mampu memberikan segenap kemampuannya untuk menjaga alam yang telah diciptakan oleh Allah SWT
Al-Qur’an menjelaskan bahwa penciptaan alam semesta bertujuan bukan menjadi seteru bagi manusia, bukan menjadi penghambat manusia dalam berpikir dan berkembang, juga bukan menjadi musuh manusia, akan tetapi alam semesta diciptakan oleh Allah Swt untuk bekerjasama dengan manusia dengan menggunakan alam sebagai sumber dan mediasi untuk mendapatkan respon ilmu, yang dapat membantu mereka dalam menjalankan amanah yang telah diberikan Allah Swt sebagai khalifah dalam menjalankan roda kehidupan dan serta dalam menjalankan kemaslahatan umat manusia seluruhnya
Hubungan manusia dengan Tuhan tidaklah sama dengan hubungan manusia dengan manusia. Hubungan manusia dengan Tuhan adalah dengan cara batin, manusia dengan Tuhan tidak akan bisa terpisahkan. Hubungan ini tidak lah bisa dilihat, tidak bisa pula di raba dan tidak akan bisa di ukur oleh manusia, karena ia bersifat ruhaniah (abstrak). 
Hubungan manusia dengan alam pun sama halnya dengan manusia dengan Tuhan. Kehidupan manusia dapat berlangsung karena adanya alam, alam diciptakan Tuhan untuk dapat memenuhi semua kebutuhan manusia yang dibutuhkan. Manusia dan alam sama-sama saling membutuhkan. Manusia butuh karena hasil alamnya dan alam pun butuh manusia karena alam butuh perawatan. Maka sebagai konsekuensinya manusia memiliki kewajiban untuk terus menjaga tempat tinggalnya yaitu alam itu sendiri. 
Hubungan alam dengan Tuhan dapat dilihat dalam Al quran surat  Al Israa ayat 44. Allah berfirman :


تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ

"Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, akan tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka."[QS. Al-Israa': 44]. 
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwasanya alam sebagai perantara antara Tuhan dan Manusia juga senantiasa beribadah kepada Allah. Alam pun akan menjadi saksi terhadap apa-apa saja yang di lakukan manusia selama hidupnya di dunia ini. 
Dimas sampun

Asal Mula nama Indonesia


Nama Indonesia berasal dari berbagai rangkaian sejarah yang puncaknya terjadi di pertengahan abad ke-19. Catatan masa lalu menyebut kepulauan diantara Indocina dan Australia dengan aneka nama, sementara kronik-kronik bangsa Tionghoa menyebut kawasan ini sebagai Nan-hai ("Kepulauan Laut Selatan").

Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara ("Kepulauan Tanah Seberang"), nama yang diturunkan dari kata dalam bahasa Sanskerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa ("Pulau Emas", diperkirakan Pulau Sumatera sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara. Bangsa Arab menyebut wilayah kepulauan itu sebagai Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan, benzoe, berasal dari nama bahasa Arab, luban jawi ("kemenyan Jawa"), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatera. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil "orang Jawa" oleh orang Arab, termasuk untuk orang Indonesia dari lua jawa sekali pun. Dalam bahasa Arab juga dikenal nama-nama Samathrah (Sumatera),  Sholibis (Pulau Sulawesi), dan Sundah (Sunda) yang disebut kulluh Jawi ("semuanya Jawa"). Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari orang Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah Hindia. Jazirah Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang", sementara kepulauan ini memperoleh nama Kepulauan Hindia (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) atau Hindia Timur (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales).

Nama lain yang kelak juga dipakai adalah "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais). Unit politik yang berada di bawah jajahan Belanda memiliki nama resmi Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda). Pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur) untuk menyebut wilayah taklukannya di kepulauan ini. Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah memakai nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan Indonesia, yaitu "Insulinde", yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (dalam bahasa Latin "insula" berarti pulau). Nama "Insulinde" ini selanjutnya kurang populer, walau pernah menjadi nama surat kabar dan organisasi pergerakan di awal abad ke-20.

Nama Indonesia Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA, BI: "Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia Timur"), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA. Dalam JIAEA volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations ("Pada Karakteristik Terkemuka dari Bangsa-bangsa Papua, Australia dan Melayu-Polinesia"). Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain.
Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia ("nesos" dalam bahasa Yunani berarti "pulau"). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Bahasa Inggris) Penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu masing-masing akan menjadi "Orang Indunesia" atau "Orang Malayunesia". Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (sebutan Srilanka saat itu) dan Maldives (sebutan asing untuk Kepulauan Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia. Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago ("Etnologi dari Kepulauan Hindia"). Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan yang sekarang dikenal sebagai Indonesia, sebab istilah Indian Archipelago ("Kepulauan Hindia") terlalu panjang dan membingungkan Logan kemudian
memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia. Dan itu membuktikan bahwa sebagian kalangan Eropa tetap meyakini bahwa penduduk di kepulauan ini adalah Indian, sebuah julukan yang dipertahankan karena sudah terlanjur akrab di Eropa.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia): "Mr Earl menyarankan istilah etnografi "Indunesian", tetapi menolaknya dan mendukung "Malayunesian". Saya lebih suka istilah geografis murni "Indonesia", yang hanya sinonim yang lebih pendek untuk Pulau- pulau Hindia atau Kepulauan Hindia" Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Dan hingga hari ini nama itu menjadi nama Negara kita tercinta

Nov 30, 2019

Islam dan Modernisasi



Al-qur’an adalah sebuah kitab suci yang berisi kalam atau wahyu dari Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai pedoman dan pegangan umat muslim. Al-qur’an diturunkan pada abad ke 7 M tepatnya ketika zaman Nabi masih hidup di bumi. Al-qur’an sendiri merupakan satu-satunya kitab suci yang sampai sekarang belum ada yang mampu untuk mengubahnya, Al-qur’an juga satu-satunya kitab suci yang keasliannya tetap terjaga hingga akhir zaman. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya “ Sesungguhnya kami lah yang menurunkan Al-qur’an dan kami lah yang akan menjaganya” (Qs.Al-Hijr ayat 9)
Sebagai satu-satunya kitab suci yang dijaga keasliannya, akhir-akhir ini banyak yang mempertanyakan relevansi Al-Qur’an dengan konteks perkembangan zaman yang ada atau yang sering disebut sebagai moodernisasi. Hal ini tidak heran mengingat usia Al-qur’an yang sudah mencapai lebih dari 14 abad dan pada rentang waktu itu dunia ini telah mengalami perkembangan dan perubahan yang cukup siknifikan di bandingkan berabad lalu ketika Al-Qur’an di turunkan
Menurut kamus umum bahasa Indonesia, modern artinya adalah yang terbaru, secara baru atau mutakhir. Dengan demikian modernisasi berarti merupakan prosesuntuk menuju kepada yang terbaru atau yang mutakhir tersebut. Modernisasi selalu berkaitan dengan manusia secara individual maupun sosial. Secara individual modernisasi selalu dikaitkan dengan penemuan penemuan terbaru dari seseorang yang akhirnya terkenal menjadi seorang inventor. Misalnya, penemuan lampu pijar oleh Thomas Alpha Edison merupakan penemuan individual dalam rangka modernisasi.[1]

Sebagaimana yang diyakini oleh banyak pakar, bahwa dunia ini tanpa terkecuali sedang mengalami the grand process of modernization. Menurut ajaran Islam, perubahan adalah bagian dari sunnatullâh dan merupakan salah satu sifat asasi manusia dan alam raya secara kese-luruhan. Maka suatu kewajaran, jika manusia, kelompok masyarakat dan lingkungan hidup mengalami perubahan. Modernisasi selalu melibatkan globalisasi dan berimplikasi pada perubahan tatanan sosial dan intelektual, karena dibarengi oleh masuknya budaya impor ke dalam masyarakat tersebut.[2]
Umat Islam pada umumnya memandang atau memaknai Al-qur’an secara kaku atau tidak memperluas pandangannya terhadap kitab suci mereka sendiri. Seorang pemikir Islam dari turki yaitu Fethullah Gulen membagi menjadi dua dasar dalam memahami Al-qur’an pertama, menempatkan al-Qur’an sebagai sebuah keajaiban/mukjizat dimana al-Qur’an mengungkapkan banyak hal dengan kata yang sangat terbatas. Kedua, Kontekstualisasi pemaknaan ayat. Conteks berarti penggunaan kata-kata dalam sebuah teks memiliki hubungan dengan bagian lain dalam sebuah kalimat. Al-Qur’an memiliki hubungan antara satu ayat dengan ayat atau surat yang lain[3]. Gullen juga menginginkan satu hal yang juga sangat penting dalam memahami al-Qur’an adalah menempatkannya dalam kehidupan kita sebagai pembaca. Sebab hanya dengan begitu al-Qur’an akan hidup di zaman kita dan memberikan manfaat dala kehidupan manusia
Sebagai umat Islam maka kita wajib mengikuti apa yang telah di bangun Rasulullah pada masanya yaitu paradigma yang dibawa Rasulullah SAW (w. 632 M) yang meletakkan Aqidah Islam yang berasas Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah sebagai asas ilmu pengetahuan. Beliau mengajak memeluk Aqidah Islam lebih dulu, lalu setelah itu menjadikan aqidah tersebut sebagai pondasi dan standar bagi berbagai pengetahun. Dengan menempatkan Aqidah Islam sebagai pondasi dasar kita bisa mengahadapi berbagai permasalahan yang di timbulkan oleh perkembangan zaman
Inilah paradigma Islam yang menjadikan Aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek. Itulah hasil dan prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada masa kejayaan iptek Dunia Islam antara tahun 700-1400 M[4]. Dengan demikian Al-Qur’an adalah sumber dari segala pengetahuan di dunia. Maka, tidak ada alasan bahwasanya Al-qur’an sebagai kitab suci yang telah dijamin terjaga kemurniannya oleh Allah akan mengalami keusangan sehingga sudah tidak relevan dengan kondisi zaman modern sekarang ini.
[1] Jurnal Masyarakat 79 dan Budaya, Volume 5 No. 2 Tahun 2003
[2] Islamuna Volume 1 Nomor 1 Juni 2014 hal. 50
[3] Jurnal Substantia, Vol. 13, No. 2, Oktober 2011 hal 102
[4] Jurnal Komunikasi dan Sosial Keagamaan Vol: XV, No. 1, Juni 2012 hal.100

Nov 1, 2019

Mengenal Pendiri PMII Unpam Bagian I


Ketua Komisariat 2017/2018 Fadel Galih Lintang Angkasa SM dan Isrtinya Lisya Aulia Rahman SM

Sebagai Anggota atau kader dari PMII Unpam harusnya tahu tentang sejarah dan asal usulnya kenapa PMII Unpam bisa berdiri, Prosesnya seperti apa dan siapa saja pendirinya, Nah kali ini saya akan sedikit me-review tentang Siapa saja pendiri PMII Unpam ini, tentunya banyak, tapi sabar kita bahas satu persatu , ya selain karena belum banyak referensi dari orangnya langsung hanya dengar dari mulut ke mulut. Di materi Mapaba kita sudah di beri pengetahuan tentang Sejarah PMII kapan dan siapa saja pendirinya, Nah Anggota dan kader PMII Unpam pasti sudah tahu lah tanpa harus di beri tahu.

PMII Komisariat Universitas Pamulang (PMII KOMNIVPAM) Berdiri pada Tanggal 21 Maret 2017 sama dengan Lahirnya Kotaku tapi tanggal dan bulannya saja, Nah berati kita sudah dua tahun Definitif menjadi Komisariat yang diakui oleh Cabang Ciputat, dan mengalami dua kali kepengurusan

Kita sering menyebut Pendiri ini sebagai The Founding Father, tapi saya mau mengambil sedikit referensi tentang The founding Fathers pengertiannya itu apa, The Founding Fathers adalah julukan bagi 68 orang tokoh Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajahan bangsa asing dan berperan dalam perumusan bentuk atau format negara yang akan dikelola setelah kemerdekaan. Mereka berasal dari berbagai macam latar belakang pendidikan, agama, daerah, dan suku/etnis yang ada di Indonesia. (wikipedia)

Mereka dianggap sebagai manusia-manusia yang unggul dalam pemikiran, visi, dan intelektualisme. Berdasarkan ideologi, visi dan perjalanan sejarahnya, ada ahli yang mengelompokkan mereka menjadi empat, yaitu kelompok SoekarnoHattaSoepomo, dan Mohammad Yamin, itu yang di pakai di Indonesia, akan tetapi yang lebih singkat padat dan jelas adalah bapak pendiri bangsa, istilah ini diambil para cendikiawan Indonesia dari Amerika Serikat, karena di AS banyak para pendiri bangsa.
Nah di bawah ini sedikit saya perlihatkan Foto-foto sebagian dari The Founding Fathers PMII Unpam



FADEL GALIH LINTANG ANGKASA DAN LISYA YULIA RAHMAN



BAYU TRI HANDOKO



ACHMAD KHOLIL

Nah Coba Pahami dulu ada yang kenal atau pernah lihat, Nah itu baru tiga , untuk Biografi Next time ya 💗💗.

Ingat ya bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya, 
Anggota dan Kader yang hebat ya salah satunya yang menghargai Pendirinya.

Oct 31, 2019



Surat dari kami untuk semua kader PMII Ciputat

Assalamualaikum..

Kami sebagai keluarga besar PMII Unpam, mohon doa dan dukungannya untuk pendiri kami Fadel Galih Lintang Angkasa. Gerakan ini murni dari kami sebagai keluarga besar yang ingin memberikan apresiasi tertinggi kepada Tum Fadel selaku pendiri PMII Unpam.

Tum Fadel di mata kami merupakan panutan yang tidak perlu lagi di ragukan loyalitas, kredibilitas serta pengabdiannya terhadap PMII. Sebagai seorang pendiri kami ingin beliau mendapatkan apresiasi yang tinggi karena berkat beliaulah kami semua bisa mengenal PMII.

Kehadiran beliau di dalam kontestasi kali ini, ingin memberikan warna baru bagi ciputat, mengingat usia cabang ciputat yang sudah cukup tua, maka menurut kami ciputat butuh sosok revolusioner seperti beliau. Dan kami yakin sebagai kader terbaik PMII Ciputat beliau layak di berikan amanah sebagai Ketua Cabang PMII Ciputat, mengingat track recordnya yang baik di PMII.

Oleh karenanya, sekali lagi kami sebagai keluarga besar PMII Unpam secara sadar dan tanpa paksaan darimanapun memohon dukungan untuk fadel galih lintang angkasa, sebagai bentuk terima kasih kami atas segala jasanya kepada PMII unpam sehingga bisa berdiri dan terus eksis hingga hari ini. Dan ini lah hadiah terbaik dari kami yang bisa kami berikan saat ini untuk PMII Cabang Ciputat

Wallahulmuafiq illa aqwamitthariq
Wassalamualaikum wr.wb